Kamis, 10 Februari 2011

HAKIKAT PENDIDIKAN ISLAM

Hakekat pendidikan islam adalah proses membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan anak didik agar menjadi manusia dewasa sesuai tujuan pendidikan islam.
Esensi dari potensi dinamis dalam diri setiap manusia itu terletak pada keimanan dan keyakinan, ilmu pengetahuan, ahlak, dan pengalamannya. Keempat potensi esensial ini menjadi tujuan fungsional Pendidikan Islam. Keempat potensi dinamis tersebut menjadi titik sentral dari lingkaran proses kependidikan islam sampai kepada tercapainya tujuan ahir pendidikan, yaitu manusia dewasa yang mukmin, muslim, muhsin, muhlis dan muttaqin.

TEORI DAN FAKTA DALAM ILMU PENDIDIKAN ISLAM

Antara teori dalam ilmu pendidikan islam dan fakta yang berkembang dalam lapangan empiris harus saling berkaitan. Keterkaitan tersebut meliputi :
1. Teori menetapkan adanya hubungan dari fakta yang ada.
2. teori mengembangkan sistem klasifikasi dan struktur dari konsep-konsep
3. teori harus dapat mengihtisarkan fakta-fakta. Oleh karenanya sebuah teori harus mampu menerangkan sejumlah besar fakta.
4. teori harus dapat meramalkan fakta..
5. Teori harus menunjukkan kebutuhan-kebutuhan untuk berkembang dalam penelitian lebih lanjut.

DASAR-DASAR PENDIDIKAN ISLAM

1. Al-qur’an
Dalam Al-Qur’an terdapat banyak ajaran yang berisi prinsip-prinsip berkenaan dengan kegiatan atau usaha pendidikan, sebagai contoh dalam surat Luqman ayat 12-19. cerita ini menggariskan prinsip materi -pendidikan uang terdiri atas masalah iman, ahlak, ibadah, sosial, dan ilmu pengetahuan.
2. As-Sunnah
As-Sunnah merupakan sumber ajaran yang ke dua setelah Al-Qur’an. Sunnah juga berisi aqidah dan syari’ah. Sunnah berisi petunjuk untuk kemaslahatan hidup manusia dalam segala aspeknya, untuk membina umat manusia seutuhnya atau muslim yang bertaqwa. Oleh karena itu, Sunnah merupakan landasan kedua untuk pembinaan pribadi muslim.
3. Ijtihad
Sunnah selalu membuka kemungkinan penafsiran berkembang, sesuai dengan perkembangan dan peradaban manusia. Untuk itulah diperlukan ijtihad dalam memahami sunnah yang berkaitan dengan pendidikan. Ijtihad di bidang pendidikan semakin perlu karena ajaran islam yang terdapat dalam ajaran Al-qur’an dan Sunnah adalah bersifat pokok-pokok dan prinsipnya saja.
Ijtihad pada dasarnya merupakan usaha sungguh-sungguh orang islam untuk selalu berperilaku berdasarkan ajaran islam, untuk itu, manakala tidak ditemukan petunjuk yang jelas dalam Al-qur’an dan Sunnah, maka orang islam akan mengerahkan segenap kemampuannya untuk menemukan hukum islam dengan memperhatikan prinsip umum Al-Qur’an dan Sunnah.

CAKUPAN PENDIDIKAN ISLAM

Cakupan ini meliputi pelaksanaan misi islam yaitu mencakup tiga dimensi pengembangan kehidupan manusia, yaitu :
1. Dimensikehidupan duniawi yang mendorong manusia sebagai hamba Allah untuk mengembangkan dirinya dalam ilmu pengetahuan, ketrampilan, dan nilai-nilai yang mendasari kehidupan yaitu nilai-nilai islam.
2. Dimensi kehidupan Uhrawi mendorong manusia untuk mengembangkan dirinya dalam pola hubungan yang serasi dan seimbang dengan Tuhannya. Dimensi inilah yang melahirkan berbagai usaha agar kegiatan ubudiyah senantiasa berada dalam nilai-nilai agamanya.
3. dimensi antara hubungan duniawi dan uhrowi mendorong manusia untuk berusaha mnejadikan dirinya sebagai hamba Allah yang utuh dan paripurna dalam ilmu pengetahuan dan ketrampilan sekaligus menjadi pendukung serta pelaksanaan nilai-nilai agamanya.

SASARAN PENDIDIKAN ISLAM

Sejalan dengan misi agama islam yang bertujuan memberikan rahmat bagi sekian mahluk di alam ini, pendidikan islam mengidentifikasikan sasaran pada tiga pengembangan fungsi manusia, yaitu :
1. menyadarkan manusia sebagai mahluk individu yaitu mahluk yang hidup di tengah mahluk lain. Manusia harus bisa memerankan fungsi dan tanggung jawabnya sebagai kholifah dimuka bumi.
2. menyadarkan fungsi manusia sebagai mahluk sosial, manusia harus mengadakan interrasi dan interaksi dengan sesamanya dalam kehidupan bermasyarakat. Itulah sebabnya islam mengajarkan tentang persamaan, persaudaraan, gotong-royong, dan musyawarah sebagai upaya membentuk masyarakat menjadi suatu persekutuan hidup yang utuh.
3. menyadarkan manusia sebagai hamba Allah, manusia sebagai mahluk yang berketuhanan, sikap dan watak relegiusitasnya perlu dikembangkan sedemikian rupa sehingga mampu menjiwai dan mewarnai kehidupannya. Dalam fitrah manusia telah diberi kemampuan untuk beragama.

ILMU PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Menurut Langgulung, Pendidikan islam tercakup dalam :
1. At-tarbiyah Ad-diin (Pendidikan keagamaan)
2. At-ta’limi fil-Islami (Pengajaran keislaman)
3. Tarbiyah Al-Muslimin (Pendidikan orang-orang islam)
4. At-Tarbiyah Fil-Islam (Pendidikan dalam islam)
5. At-Tarbiyah ‘inda Muslimin (Pendidikan dikalangan orang-orang islam)
6. At-Tarbiyah Al-Islamiyah (Pendidikan Islam)

Beberapa ahli tafsir berbeda pendapat menegenai tarbiyah yang berasal dari tiga kata yaitu : Rabba-Yarbu yang berarti bertambah,tumbuh, dan Rabbiya-Yarbaa berarti menjadi besar, serta Rabba-Yarubbu yang berarti memperbaiki, menguasai urusan, menuntun, menjaga dan memelihara.

Arti pendidikan islam itu sendiri adalah pendidikan yang berdasarkan pada islam. Isinya adalah teori, tetapi tidak hanya teori saja melainkan ada teori, penjelasan mengenai teori dan data pendukung tentang penjelasan itu.

Hakikat atau nilai merupakan esensi yang melekat pada suatu yang sangat berarti bagi manusia. Nilainya bersifat praktis dan efektif dalam jiwa dan tindakan manusia dan melembaga secara obyektif di dalam masyarakat. Nilai ini merupakan suatu realita yang syah sebagai suatu cita-cita yang benar dan berlawanan dengan cita-cita palsu yang bersifat hayal. Dari pengertian diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa Pendidikan Islam adalah proses transformasi dan internalisasi ilmu pengetahuan dan nilai-nilai islam pada peserta didik melalui penumbuhan dan dan pengembangan potensi fitrahnya untuk mencapai keseimbangan dan kesempurnaan hidup dalam segala aspeknya. Sehingga dapat dijabarkan pada enam pokok pikiran hakikat pendidikan islam yaitu :
1. Proses transformasi dan internalisasi yaitu upaya pendidikan islam dilakukan secara berangsur-angsur, berjenjang dan istiqomah, penanaman nilai atau ilmu, pengarahan, pengajaran, dan pembimbingan pada anak didik dilakukan secara terencana, sistematis dan terstruktur dengan menggunakan pola pendekatan dan metode tertentu.

2. Kecintaan pada ilmu pengetahuan, yaitu upaya yang diarahkan pada pemberian dan penghayatan, pengamalan ilmu pengetahuan.

3. Nilai-nilai islam, maksudnya adalah nilai-nilai yang terkandung dalam praktek pendidikan harus mengandung nilai Insaniah (sifat Allah Asma’ul Husna) dan hukum ilahiyah (hukum-hukum Allah).

4. Pada diri peserta didik maksudnya pendidikan ini diberikan kepada peserta didik yang mempunyai potensi-potensi rohani.

5. melalui pertumbuhan dan pengembangan potensi fitrahnya, tugas pokok pendidikan islam adalah menumbuhkan, mengembangkan, memelihara, dan menjaga potensi manusia, sehingga tercipta dan terbentuknya kualitas generasi islam yang cerdas, kreatif dan produktif.

6. Keseimbangan dan kesempurnaan hidup manusia yang mampu mengoptimalkan potensinya antara kebutuhan jasmani, rohani, dunia dan ahirat.

Jumat, 28 Januari 2011

apa itu setan...???

Akhir-akhir ini kisah-kisah misteri/mistik marak sekali ditayangkan di televisi kita. Hampir setiap malam pemirsa disuguhi kisah dan cerita misteri/mistik dalam bentuk dan cara yang berbeda-beda. Seolah-olah 'kisah dunia lain itu lebih penting dari dunia nyata yang kita hadapi sehari-hari dengan susah payah karena keterpurukan bangsa ini di segala bidang kehidupan.

Penayangan kisah-kisah misteri dan mistik ini sudah sangat berlebihan, sangat mengganggu dan mempengaruhi jiwa masyarakat. Saking keterlaluannya sampai mengundang keprihatinan para ulama dan para tokoh nasional. Mereka telah menghimbau dan melayangkan surat supaya insan pertelevisian kita menghentikan tayangan-tayangan tersebut, tetapi tampaknya tidak digubris. Buktinya penayangan kisah-kisah misteri itu malah makin menjadi-jadi.

Jika dikaitkan dengan peran setan, agaknya ini adalah salah satu daya upaya setan untuk merusak akidah umat manusia, agar manusia lebih takut kepada setan daripada kepada Allah, dan agar manusia mengabdi kepada setan demi kejayaan setan.

Apa Itu Setan?

Setan (Syaithan) berasal dari kata kerja syathana yang mengandung arti menyalahi, menjauhi. Setan artinya pembangkang pendurhaka. Secara istilah, setan adalah makhluk durhaka yang perbuatannya selalu menyesatkan dan menghalangi dari jalan kebenaran (al-haq). Makhluk durhaka seperti ini bisa dari bangsa jin dan manusia (QS. 114: 1-6/QS. 6:112). Makhluk yang pertama kali durhaka kepada Allah adalah iblis. Maka iblis itu disebut setan. Keturunan iblis yang durhaka juga disebut setan (QS. 2 : 36/4 : 118).

Dalam menggoda manusia, setan dari bangsa jin itu masuk ke dalam diri manusia, membisikkan sesuatu yang jahat dan membangkitkan nafsu yang rendah (syahwat). Selain menggoda dari dalam diri manusia, setan juga menjadikan wanita, harta, tahta, pangkat dan kesenangan duniawi lain sebagai umpan (perangkapnya, Dihiasinya Kesenangan duniawi itu dihiasinya sedemikian menarik hingga manusia tergoda, terlena, tertutup mata hatinya, lalu memandang semua yang haram jadi halal. Akhirnya manusia terjerumus ke dalam lembah kemaksiatan/ kemungkaran. Maka manusia yang telah mengikuti ajakan setan, menjadi hamba setan, dalam al-Quran juga disebut setan (QS. 38 : 37-38) dan golongan (partai) mereka juga disebut golongan setan (hizbusy-syaithan - QS. 58 : 19).

Baik setan dari bangsa jin maupun dari bangsa manusia terus menerus berupaya untuk menyesatkan manusia. mereka bahu rnembahu untuk menyebarkan kemungkaran dan kemaksiatan. Mereka kuasai berbagai media, termasuk televisi, mereka sebarkan kisah-kisah misteri dan kemaksiatan demi uang dan kesenangan duniawi tanpa peduli umat manusia rusak atau tidak akidahnya dan akhlaknya. Itulah sumpah setan di hadapan Allah untuk menggoda manusia dari berbagai sudut yang bisa mereka masuki. (QS, 7:17).

Mudharat Tayangan Setan


Dalam Islam sangat jelas bahwa penayangan seperti itu diharamkan, karena: Pertama, tayangan mistik seperti itu mempersubur kemusyrikan, membuat manusia lebih takut kepada setan, khurafat dan tahyul daripada takut kepada Allah. Padahal tidak ada yang bisa memberi manfaat dan mudharat di dunia ini kecuali hanya Allah (QS. 39 : 38), tidak ada daya dan kekuatan kecuali hanya dari Allah. Kedua, tayangan mistik seperti itu adalah bentuk pembodohan masyarakat, hanya membuat bangsa semakin jumud dan terbelakang. Ketiga, tayangan seperti itu sarat dengan praktek perdukunan. Dengan maraknya penayangan kisah-kisah mistik, maka praktek-praktek perdukunan juga semakin marak. Sedangkan perdukunan juga diharamkan dalam Islam. Dan keempat, rezeki yang dihasilkan dari usaha yang diharamkan, maka rezeki itu juga haram dan tidak diberkahi Allah. Oleh karenanya penayangan kemusyrikan itu mestilah dihilangkan karena tidak ada manfaatnya selain mudharat dunia-akhirat.

Hikmah Diciptakannya Setan

Al Quran menjelaskan, Allah SWT menciptakan alam semesta dan semua yang ada di dalamnya, satu pun tidak ada yang batil atau sia-sia (QS Ali Imran : 191). Oleh karena itu Allah menciptakan iblis atau makhluk yang disebut setan Itu, bila dilihat dari sisi nilai ibadah, pada hakikatnya juga ada hikmahnya.

Imam al-Ghazali pernah menyatakan; jika ingin melihat kesalahan/kelemahan kita, carilah pada sahabat karib kita, karena sahabat kitalah yang tahu kesalahan/ kelemahan kita. Jika kita tidak mendapatkannya pada sahabat kita, carilah pada musuh kita, karena musuh kita itu paling tahu kesalahan/kelemahan kita. Sifat musuh adalah selalu mencari kelemahan lawan untuk dijatuhkan.

Demikian pula setan. la selalu mencari kesalahan/kelemahan orang-orang beriman untuk kemudian digelincirkan dengan segala macam cara.

Nah, jika kita telah mcngetahui kesalahan/kelemahan kita, entah dari kawan, lawan, bahkan dari setan, lalu kita memperbaiki diri, insya Allah kita akan menjadi orang baik dan sukses. Jadi, kalau kita berpikir positif, ada juga hikmahnya setan itu buat orang-orang beriman.

Lebih rinci, di antara hikmah dicipta-kannya setan ialah :

1. Untuk menguji keimanan dan komitmen manusia beriman terhadap perintah Allah.

Karena setiap orang yang mengaku beriman kepada Allah pasti akan diuji (QS. 29:2). Jika dengan godaan setan seorang mukmin tetap istiqamah dengan keimanannya, maka derajatnya akan ditinggikan oleh Allah dan hidupnya akan bahagia. Tetapi jika ia tergoda dan mengikuti ajakan setan, derajatnya akan jatuh, hina kedudukannya dan dipersulit hidupnya oleh Allah. (QS. 41 : 30-31).

2. Menguji keikhlasan manusia beriman dalam mengabdi kepada Allah,

Allah SWT menjelaskan bahwa Dia menciptakan jin dan manusia tidak lain supaya mereka mengabdi kepada-Nya (QS. 51 : 56). Kemudian setan datang menggoda manusia, membangkit-bangkitkan syahwat kepada kenikmatan duniawi, rnembisikkan ke dalam hatinya angan-angan kosong dan keraguan, supaya manusia lupa terhadap tujuan dan tugas hidupnya di dunia. Jika manusia tetap sadar akan tujuan dan tugas hidupnya di dunia, dia akan tetap ridha menjadi hamba Allah dan mengabdi kepada-Nya. Terhadap hamba Allah seperti ini, setan tidak akan rnampu menggodanya (QS. 15 : 40). Tetapi jika manusia tergoda, pada gilirannya ia akan menjadi hamba setan.

3. Untuk meningkatkan perjuangan di jalan Allah.

Sebab tanpa ada setan yang memusuhi kebenaran, maka tidak akan ada semangat perjuangan (jihad) untuk mempertahankan kebenaran. Sedangkan jihad di jalan Allah juga merupakan bukti penting manusia beriman dan ridha sebagai hamba Allah.

4. Allah hendak memberi pahala yang lebih besar kepada para hamba-Nya.

Semakin besar godaan setan kepada manusia dan dia mampu menghadapinya dengan baik, maka semakin besar pahalanya di sisi Allah (QS. 3 : 195).

5. Agar manusia waspada setiap saat, selalu memperbaiki kesalahan, meningkatkan kualitas ibadah dengan bertaqarrub kepada Allah.

Karena setan senantiasa mengintai kelengahan manusia. Sekejap saja manusia lengah, setan akan masuk, lalu mengacaukan hati dan syahwat. Tapi orang yang selalu waspada, akan senantiasa ingat kepada Allah sehingga setan tidak punya kesempatan untuk mengganggunya.

Jadi, bagi orang yang sudah kuat imannya, gangguan setan itu tidak akan merusak ibadahnya. tetapi malah mempertinggi kualitas iman dan ibadahnya. Masalahnya, tayangan-tayangan setan yang makin marak di televisi, tidak ditonton oleh mereka yang telah kuat imannya, melainkan oleh masyarakat dari berbagai lapisan umur dan kadar iman yang terbanyak masih memerlukan bimbingan. Bagi mereka ini, tayangan-tayangan itu sangat kontra produktif, bahkan bisa mendangkalkan iman mereka. Apakah ini tidak terpikirkan oleh insan pertelevisian kita...???

Dewa bulan dan Simbol Bulan Sabit

Simbol bulan sabit yang sering dipakai umat muslim dianggap sebagai simbol penyembahan dewa bulan oleh Dr. Robert Morey. la menyatakan : "Simbol penyembahan dewa bulan dalam budaya Arab dan di tempat-tempat lain di seluruh timur tengah adalah bulan sabit". Gambar bintang yang biasa berada ditengah bulan sabit tidak disebut, karena Amerika memakai simbol bintang.
Dr. Robert Morey dan para orientalis Barat menuduh dengan bertanya kenapa umat Islam memakai simbol bulan sabit untuk agama mereka? Atau kenapa bulan dipakai untuk menandai bulan baru?. Mereka sengaja bertanya dengan logika yang salah dari sesuatu yang tersembunyi, sejak saat umat Islam memakai bulan sabit sebagai simbol, maka dikatakan bahwa umat Islam menyembah "dewa bulan". Ini tidak benar sebagaimana anggapan bahwa sejak umat Yahudi mengambil bintang David sebagai simbol, maka umat Yahudi menyembah bintang, berarti umat Kristen juga menyembah patung salib saat mereka memakai simbol tersebut, atau menyembah matahari saat menggunakan tanda silang dari sinar matahari.
Islam tidak pernah mengajarkan untuk menyembah bulan. Dalam firman Allah disebutkan:
"Dan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah bersujud kepada matahari dan janganlah (pula) kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah yang menciptakannya, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah. " (QS. Fushshilat 37)
Ayat ini diperkuat dengan ayat lain, bahwa bulan bukanlah object penyembahan.
"Tidakkah kamu memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah memasukkan malam ke dalarn siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan Dia tundukkan matahari dan bulan masing-masing berjalan sampai kepada waktu yang ditentukan, dan sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan ". (QS. Luqman 29).
Jika Allah adalah "dewa bulan" seperti yang dituduhkan oleh Dr. Morey, apa mungkin "dewa bulan" menciptakan bulan untuk dipakai oleh manusia?. Dengan bukti di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa umat Islam hanya menyembah `Allah" saja, dan bukan menyembah dewa bulan. Kepercayaan terhadap kekuatan benda-benda angkasa yang pernah berkembangan di Mesir, Babilonia, serta Asiria, mungkin saja mempengaruhi Jazirah Arab, sebab secara geografis letaknya tidaklah berjauhan; Hanya saja pada masa Rasulullah kepercayaan tersebut diluruskan dengan menempatkan benda-benda tersebut pada tempat dan fungsinya. Seperti bulan -misalnya-, seperti yang pernah ditanyakan oleh masyarakatArab kepada Rasulullah, ditempatkan sebatas untuk menandakan pergantian waktu. Sebagaimana Firman Allah di Surat Al Baqarah 189:
"Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji".
Dari riwayat Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Abbas, bahwa sahabat bertanya kepada Rasulullah saw.: Untuk apa diciptakan bulan sabit?" maka turun ayat tersebut yang memerintahkan Rasulullah untuk menjawab bahwa bulan adalah untuk menunjukkan waktu kepada manusia kapan mereka harus memakai pakaian ihram pada waktu haji dan kapan harus menanggalkannya, atau kapan mereka harus memulai puasa dan kapan harus mengakhirinya. Dari sini, dapat kita ketahui bahwa tidak ada kepentingan penyembahan kepada bulan, tetapi hanya sebagai Penunjuk pergantian waktu, seperti Haji clan Puasa. Pada masa Khalifah Umar umat Muslim membuat penanggalan berdasarkan hitungan bulan, yang dimulai sejak masa Hijrah.
Yang menarik untuk dicatat bahwa umat Yahudi juga memakai Penanggalan Hijriah untuk menandai perayaan suci mereka. Penanggalan keagamaan Umat Yahudi, yang aslinya dari Babilonia, terdiri dari 12 bulan Qomariah/Hijriah, terhitung 354 hari. Dan penghitungan hari dimulai dari tenggelamnya matahari sampai tenggelam lagi.(lihat http://www.webear.com/reliengl.htm#*top4, dalam Mohd Elfi Nieshaem Juferi, www. Bismikallahumma.org.)
Maka bila dikatakan bahwa Islam menyembah "dewa bulan" dikarenakan memakai penanggalan yang berdasarkan bulan, maka apakah agama orang Yahudi, yang juga memakai penanggalan yang berdasarkan bulan ? berdasarkan "logika" Dr. Robert Morey maka umat Yahudi " juga "penyembah bulan". Demikian juga bila umat Kristen memakai penanggalan yang berdasarkan perputaran matahari, apakah mereka juga menyembah matahari ? Mari kita simak keterangan berikut ini. Penanggalan yang pertama adalah penanggalan yang berdasarkan bulan. Kebudayaan kuno, seperti Siria, Babilonia, Egypt, dan Cina telah memakai penanggalan bulan, sebagaimana budaya Semit juga mengambil penanggalan bulan untuk menandai waktu mereka. Setelah kita ketahui kenyataan bahwa umat Yahudi dan Islam, dalam tradisi budaya Semit, sama-sama memakai penanggalan Qomariah untuk menandai bulan mereka. Maka kenapa umat Kristen memakai penanggalan yang berdasarkan matahari menggantikan penanggalan bulan. Hal ini berkaitan erat dengan rekayasa perayaan natal tanggal 25 Desember dan pengaruh pemikiran-pemikiran pagan yang berporos pada penyembahan dewa Re (dewa matahari) dalam Kristen.

Kamis, 27 Januari 2011

BANGSA MUSNAH

"Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi dan memperhatikan bagaimana akibat (yang diderita )oleh orang-orang yang sebelum mereka?. Orang-orang itu adalah lebih kuat dari mereka (sendiri) dan telah mengolah bumi (tanah) serta memakmurkannya lebih banyak dari apa yang telah mereka makmurkan. Dan telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata. Maka Allah tidak sekali-kali berlaku zalim kepada mereka, akan tetapi merekalah yang berlaku zalim kepada diri sendiri. (QS ar Rum 9)".
Semua kaum dulu sampai dengan sekarang, mempunyai beberapa sifat-sifat yang umum seperti : melanggar batas-batas yang telah ditetapkan Allah, menyekutukan Allah dengan yang lain, berlaku sombong di muka bumi, dengan sewenang-wenang menguasai tanah milik orang lain, cenderung terhadap perilaku seksual yang menyimpang dan angkara murka. Kesamaan umum ciri-ciri yang mereka miliki adalah penindasan dan ketidakadilan mereka terhadap kaum Muslim. Mereka mencoba dengan setiap cara untuk menakut-nakuti kaum Muslim.
Tujuan dari peringatan-peringatan yang terdapat dalam Al Qur'an tentu saja tidaklah hanya untuk memberikan berbagai pelajaran sejarah. Al Qur'an menyatakan bahwa cerita-cerita tentang para nabi diceritakan hanya untuk memberikan sebuah "permisalan". Para Nabi yang telah terlebih dahulu meninggal haruslah membawa mereka yang datang setelah mereka ke jalan yang benar :
"Maka tidaklah menjadi petunjuk bagi mereka (kaum musyrikin) berapa banyaknya Kami membinasakan umat-umat sebelum mereka, padahal mereka berjalan (di bekas-bekas) tempat tinggal umat-umat itu?. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal.(QS Thaha 128)".
Jika kita menyadari semua ini merupakan "contoh-contoh/petunjuk" maka kita dapat melihat bahwa sebagian dari masyarakat kita tidak lebih baik, dalam hal kemerosotan moral dan pelanggaran dibandingkan dengan kaum-kaum terdahulu yang dibinasakan.
Sebagai contoh, sebagian besar masyarakat saat ini mempunyai jumlah pelaku sodomi dan homoseksual yang sangat banyak yang mengingatkan kita kepada "kaum Lut". Homoseksual, melakukan pesta seks dengan "para pemuka dari suatu masyarakat",mempertontonkan segala macam penyimpangan seksual mengalahkan rekan-rekan mereka di Sodom dan Gomorrah. Khususnya sekelompok orang dari mereka yang hidup dikota-kota besar di dunia yang telah "berkembang lebih lanjut" daripada mereka yang ada di Pompeii.
Semua kaum terdahulu telah dibinasakan melalui berbagai macam bencana alam seperti gempa bumi, badai, banjir dan sebagainya. Sama halnya, kaum-kaum yang tersesat dan berani melakukan tindakan pelanggaran seperti halnya orang-orang di masa lalu, juga akan dihukum dengan cara yang sama.
Seharusnya tidak kita lupakan bahwa Allah akan menghukum siapapun orang ataupun bangsa bila Ia berkehendak. Atau Ia akan membiarkan brangsiapa yang Ia ingini untuk tetap hidup biasa di dunia ini (meskipun mereka mengingkari ajaranNya- pen) namun menghukumnya di alam (akhirat) nanti. Al Qur'an menyatakan :
"Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan diantara mereka ada ditimpa dengan suara yang keras yang mengguntur, dan diantara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan diantara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.(QS Al Ankabut 40")
Al Qur'an juga menceritakan tentang seorang penganut yang berasal dari keluarga Fir'aun dan hidup dalam masa nabi Musa, namun yang menyembunyikan keimanannya. Ia berkata kepada kaumnya :
"Hai kaumku , sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan siksaan hari panggil-memanggil. (yaitu) Hari ketika kamu (lari) berpaling ke belakang, tidak ada bagimu yang menyelamatkan kamu dari (azab) Allah , dan siapa yang disesatkan Allah, niscaya tidak ada baginya seorang pun yang akan memberi petunjuk.QS . Al-Mukmin: 30-33)"
Semua Nabi dan Rasul memperingatkan kaumnya, menunjukan kepada mereka tentang Hari Pembalasan/Kiamat dan mencoba membuat mereka takut akan azab dari Allah, sebagaimana yang dilakukan pengikut yang menyembunyikan kepercayaannya ini. Kehidupan dari semua Nabi dan pembawa risalah dikirimkan untuk menerangkan hal-hal ini kepada kaum mereka berulang-ulang kali. Namun demikian, kebanyakan dari kaum dimana mereka diutus menuduh mereka sebagai penuh dengan kebohongan, memperoleh keuntungan materi atau mencoba untuk memaksakan keunggulannya atas mereka dan merekapun melanjutkan melakukan system mereka sendiri tanpa memikirkan apa yang tekah dikatakan para nabi kepada mereka atau tanpa mempertanyakan perbuatan mereka. Banyak diantara mereka yang telah bertindak terlalu jauh dan mencoba untuk membunuh atau mengusir para pengikut nabi. Jumlah orang-orang yang percaya dan patuh, seringkali sangat sedikit. Namun bagaimanapun juga dalam kasus masyarakat-masyarakat yang pengingkaran, Allah senantiasa hanya menyelamatkan para Nabi dan pengikut-pengikutnya.
Meskipun ribuan tahun telah berlalu, dan terjadi berbagai perubahan dalam tempat, perilaku, teknologi dan peradaban, namun belum banyak yang telah berubah dalam struktur sosial dan system dari mereka yang tidak percaya yang telah disebutkan di atas. Sebagaimana telah ditekankan diatas, sejumlah tertentu dari suatu masyarakat dimana kita hidup memiliki semua sifat-sifat corrupt dari kaum-kaum yang disebutkan dalam Al Qur'an. Seperti halnya Kaum Thamud sebagai tolok ukurnya, saat ini juga terdapat sejumlah besar pemalsu dan penipu. Keberadaan "komunitas homoseksual" yang dipertahankan kapan saja bila perbuatan itu muncul, dan para anggotanya yang tidak berkurang sebagaimana kaum Lut dalam perilaku penyimpangan seksual yang telah mencapai puncaknya. Sejumlah besar dari masyarakat berlaku sebagaimana kaum Saba yang tidak bersyukur dan dan ingkar, tidak bersyukur atas kekayan yang dianugerahkan kepada mereka sebagimana halnya kaum Iram, ketidakpatuhan dan penghinaan terhadap para penganut sebagaimana kaum Nuh dan ketidakacuhan terhadap keadilan social sebagaimana halnya kaum 'Ad.

Dari sini terdapat tanda-tanda yang sangat jelas ….

Kita harus selalu mencamkan dalam pikian kira bahwa bagaimanapun perbedaan yang datang dari berbagai masyarakat atau bagaimanapun tinggi tingkat teknologi,hal ini tidak ada artinya sama sekali. Tidak ada satupun dari hal ini yang mampu menyelamatkan seseorang dari hukuman dan azab Allah. Al Qur'an mengingatkan kita atas semua kenyataan ini :
"Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi dan memperhatikan bagaimana akibat (yang diderita )oleh orang-orang yang sebelum mereka?. Orang-orang itu adalah lebih kuat dari mereka (sendiri) dan telah mengolah bumi (tanah) serta memakmurkannya lebih banyak dari apa yang telah mereka makmurkan. Dan telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata. Maka Allah tidak sekali-kali berlaku zalim kepada mereka, akan tetapi merekalah yang berlaku zalim kepada diri sendiri.(QS ar Rum 9)".
"Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana".(QS Al Baqoroh 32 )

WALLAHU A'LAM...

SILSILAH KETURUNAN NABI MUHAMMAD SAW

Silsilah Nabi Muhammad SAW

00 IBRAHIM
01 Isma'eel
02 Nabit
03 Yashjub
04 Tayrah
05 Nahur
06 Muqawwam
07 Udad
08 'Adnan
09 Mu'ad
10 Nizar
11 Mudar
12 Ilyas
13 Mudrika
14 Khuzayma
15 Kinana
16 Al Nadr (Al Quraysh)
17 Malik
18 Fihr
19 Ghalib
20 Lu'ayy
21 Ka'ab
22 Murra
23 Kilab
24 Qussayy (Real name: Zayd)
25 'Abdu Manaf (Real name: Al Mughira)
26 Hashim (Real name: 'Amr) as Banu Hashim
27 'Abdu Al Mutallib (Real name: Shaiba)
28 'Abdullah
29 MUHAMMAD saw


The genealogies ini disusun oleh Ahmad Sibil (Astoria, New York)
berdasarkan "Sirat Rasulullah" oleh Ibn Ishaq,
yang diterjemahkan oleh Professor Guillaume's, Oxford University Press.

Jumat, 21 Januari 2011

tutorial modem bluetooth

Kenapa masih bingung cari HP buat modem....????


 


Zaman 2010 kox masih bingung.....wkwkwkwkwkwkwkwkwkw....
    Semua merk HP bisa dibuat modem, jangan takut....HP china juga bisa :
Ini ada tips modem pake HP bluethooth. Langkahnya cukup mudah :
  1. Pastikan komputer atau laptop ada software bluetoothnya....kalau gk ada ya beli dunx bluetooth di toko2 komputer terdekat.
  2. Pastikan settingan internet di hp kamu sudah benar.
  3. Aktifkan bluetoth di HP kamu...
  4. Setelah itu klik kanan pada menu bluetoth devices di laptop atau di komputer kamu nanti akan muncul menu bluetooth kurang lebihnya seperti ini :
    1. Add a devices
    2. Allow a devices to connect
    3. Show bluetoth devices
    4. Send a file
    5. Receive a file
    6. Join a areal personal network
    7. Open setting
    8. Remove icon
  5. Lalu klik add a devices dan tambahkan nama bluetooth HP di laptop atau komputer kamu.
  6. Kalau sudah ada sekarang klik Show bluetoth devices nanti akan muncul nama bluetooth di laptop atau komputer kamu.
  7. Selanjutnya klik kanan pada nama bluetooh di laptop atau komputer yang akan kamu pake buat modem, nanti akan ada pilihan menu :
    1. Connect using
    2. Modem setting
    3. Dial-up networking
    4. Troubleshoot
    5. Remove devices
    6. propertis
  8. setelah itu klik kiri pada connect using trus klik kiri pada acces point.
  9. Nanti akan terhubung pada hp kamu...
  10. Selanjutnya siap dwech modem kamu....
  11. Lalu coba buka mozila firefox kamu di laptop atau di komputer...
  12. Saya jamin pasti bisa...


    MUDAH KAN.....?????



    GAK PERLU BUANG-BUANG UANG MAHAL BUAT BELI MODEM....



    Cukup pakai HP dah bisa praktis ditaruh di saku juga bisa asal bluetoothnya connect dengan bluethooth laptop atau komputer kamu...



    SELAMAT MENCOBA.....semoga sukses....



    Eh.......... jangan lupa add facebook, email, YM, twitter aq yaw....hehehehehehehe....

    Ni email q.....

    Cli_qerss@yahoo.co.id

Kamis, 20 Januari 2011

AGAMA DALAM KEKUASAAN DAN KEPEMIMPINAN

I. PENDAHULUAN
Agama merupakan salah satu aspek yang paling penting dari pada aspek-aspek budaya yang dipelajari oleh para antropolog dan para ilmuwan sosiologi lainnya. Sangat penting bukan saja yang dijumpai pada setiap masyarakat yang sudah diketahui, tetapi juga karena saling pengaruh-mempengaruhi antara budaya satu dengan yang lainnya. Di dalam agama itu dijumpai ungkapan materi budaya dalam tabiat manusia serta dalam sistem nilai, moral, dan etika.
Agama itu saling pengaruh-mempengaruhi dengan sistem organisasi kekeluargaan, perkawinan, ekonomi, hukum, dan politik. Agama juga memasuki lapangan pengobatan, sains, dan teknologi. Agama itu telah memberikan inspirasi untuk memberontak dan melakukan peperangan dan terutama telah memperindah dan memperhalus karya seni. Tidak terdapat suatu institusi kebudayaan lain menyajikan suatu lapangan ekspresi dan implikasi begitu halus seperti halnya agama.
Sekali agama masuk dalam sistem kelembagaan dan menjadi satu hal yang rutin, maka agama itu akan menghadapi kesulitan yang timbul dari rutinisasi itu. Bahkan bukan hanya sekedar kesulitan yang dihadapinya, lebih tepat lagi kalau disebut “dilema” karena kesulitan masih relatif mudah dicari jalan keluarnya, tetapi suatu dilema tidak demikian halnya. Dalam dilema orang dihadapkan dengan satu pilihan dari antara dua alternatif yang berlawanan.
Di bawah ini kita akan melihat dampak dilema yang dihadapi setiap agama yang telah menjelma dalam institusi antara lain agama dihadapkan dengan pilihan yang sulit berkenaan dengan masalah kekuasaan dan kepemimpinan.

II. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Apa pengertian agama itu ?
2. Apa fungsi agama itu ?
3. Bagaimana agama jika dihadapkan pada masalah kekuasaan dan kepemimpinan ?

III. PEMBAHASAN
1. Pengertian Agama
Agama bagi Durkheim adalah produk khas dari akal kolektif. Sementara menurut James Martineau agama adalah kepercayaan kepada Tuhan yang selalu hidup yakni kepada jiwa dan kehendak Ilahi yang mengatur alam semesta dan mempunyai hubungan moral dengan umat manusia.
Seorang ahli sosiologi agama bernama Ellizabeth K. Notingham berpendapat bahwa agama bukan sesuatu yang dapat dipahami melalui definisi, melainkan melalui ekspresi atau penggambaran. Tidak ada satupun definisi yang memuaskan. Agama adalah gejala yang begitu sering “terdapat dimana-mana”, dan agama berkaitan dengan usaha-usaha manusia untuk mengukur dalamnya makna dari keberadaan diri sendiri dan keberadaan alam semesta.
Agama selalu diterima dan dialami secara subjektif. Oleh karena itu, orang sering mendefinisikan agama sesuai dengan pengalamannya dan penghayatannya pada agama yang dianutnya. Mukti Ali, mantan Menteri Agama Indonesia, menulis, “agama adalah percaya akan adanya Tuhan Yang Maha Esa dan hukum-hukum yang diwahyukan kepada kepercayaan utusan-utusanNya untuk kebahagiaan hidup di dunia dan di ahirat”. Jelas sekali, Ali tidak sedang berbicara masalah agama dalam arti umum. Dia sedang mendefinisikan agama seperti yang dilihatnya dalam agama islam.
Walaupun definisi substansi kelihatan sederhana dan dapat dijadikan dasar untuk definisi operasional, cakupannya terlalu luas. Ahli-ahli membatasi substantif malah memperluas. Muller menulis pada tahun 1889 (sebagaimana dikutip Spilka, Hood, dan Gorsuch, 1985 : 30)
“Agama disebut sebagai pengetahuan dan agama disebut juga sebagai kebodohan. Agama disebut sebagai kebebasan dan ia disebut juga sebagai kebergantungan. Agama disebut sebagai keinginan, dan ia disebut juga sebagai kebebasan dari segala keinginan. Agama disebut sebagai renungan sunyi dan ia disebut juga sebagai pemujaan Tuhan yang indah dan meriah”
Jadi, agama adalah kepercayaan kepada Tuhan yang selalu hidup yakni kepada jiwa dan kehendak Ilahi yang mengatur alam semesta yang berkaitan dengan usaha-usaha manusia untuk mengukur dalamnya makna dari keberadaan diri sendiri dan keberadaan alam semesta untuk kebahagiaan hidup di dunia dan di ahirat.
Agama sebagai sumber ilmu pengetahuan karena semua ilmu bersumber dari Al-qur’an. Kebebasan dan agama bagaikan dua sisi mata uang yang tidak mungkin dipisahkan, munculnya keadilan dalam agama karena di dasari oleh kebebasan, makanya tidak diherankan kalau agama islam menganut sistem kebebasan, dalam teks alqur’an tidak ada paksaan dalam beragama.

2. Fungsi Agama
a. Agama dalam Kehidupan Individu
Agama dalam individu berfungsi sebagai suatu sistem nilai yang membuat norma-norma tertentu. Secara umum norma-norma tersebut menjadi kerangka acuan dalam bersikap dan bertingkah laku agar sejalan dengan keyakinan agama yang dianut. Sebagai sistem nilai, agama memiliki arti khusus dalam kehidupan individu serta dipertahankan sebagai bentuk ciri khas.
b. Agama dalam Kehidupan Masyarakat
Masalah agama tidak mungkin dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat, karena agama itu sendiri ternyata diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam prakteknya fungsi agama dalam masyarakat antara lain :
1. Berfungsi Edukatif
Para penganut agama berpendapat bahwa ajaran agama yang mereka anut memberikan ajaran-ajaran yang harus dipatuhi. Karena agama memberikan pendidikan yang sebaik-baiknya bagi kita semua di dunia. Seseorang yang tidak mematuhi ajaran agama tentunya akan menyesal di akhirat kelak. Karena baik buruknya perbuatan yang dilakukan di dunia akan mendapat balasan di akhirat.
2. Berfungsi Penyelamat
Keselamatan yang diberikan oleh agama pada penganutnya adalah keselamatan yang meliputi dua alam yaitu dunia dan ahirat. Alam dunia meliputi kedamaian karena agama kita adalah rahmatan lil’alamin. Sedangkan keselamatan di ahirat adalah jaminan bagi manusia yang beriman semasa hidupnya di dunia.
3. Berfungsi sebagai Perdamaian
Melalui agama, seseorang yang bersalah atau berdosa dapat mencapai kedamaian batin melalui tuntunan agama. Agama mengajarkan perdamaian bagi semua manusia di dunia, sehingga antara agama satu dengan agama yang lain harus saling menghormati. Kalau semua umat beragama damai tentunya tidak ada kata permusuhan di dunia, tidak ada peperangan di mana-mana. Semua orang di dunia akan merasa tentram tanpa ada permusuhan atara pemeluk agama satu dengan pemeluk agama yang lainnya.
4. Berfungsi sebagai Sosial Kontrol
Para penganut agama sesuai dengan ajaran agama yang dipeluknya terikat batin kepada tuntunan ajaran tersebut, baik secara pribadi maupun kelompok. Agama selalu mengontrol tingkah laku masyarakat sehingga masyarakat atau manusia dapat dinilai baik buruknya melalui agama. Orang yang menyimpang dari ajaran agama pasti akan menyesal di akhirat.
5. Berfungsi sebagai Rasa Solidaritas
Para penganut agama yang sama secara psikologis akan merasa memiliki kesamaan dalam satu kesatuan; iman dan kepercayaan. Agama tidak mengajarkan umatnya untuk berpecah-belah. Antar sesama umat beragama harus saling mempunyai rasa solidaritas sehingga tercapai persatuan dan kesatuan antara pemeluk agama satu dengan pemeluk agama yang lainnya.
6. Berfungsi Transformative
Ajaran agama dapat mengubah kehidupan kepribadian seseorang atau kelompok menjadi kehidupan baru sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya. Islam telah memberikan jawaban atas tantangan yang akan terjadi pada masa depan. Kita sebagai seorang muslim harus bersiap-siap mampu menjawab tantangan itu.
7. Berfungsi Kreatif
Ajaran agama mendorong dan mengajak para penganutnya untuk bekerja produktif bukan saja untuk kepentingan dirinya sendiri, tetapi juga untuk kepentingan orang lain. Dalam Islam sudah disebutkan bahwa Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum kalau kaum itu tidak merubah nasibnya sendiri. Itu jelas membuktikan kalau kita disuruh kreatif dan inovatif dalam berusaha di dunia sesuai ajaran agama sebagai bekal di akhirat.
8. Berfungsi Sublimatif
Ajaran agama mengkuduskan segala usaha manusia, bukan saja yang bersifat agama uhrawi, melainkan juga yang bersifat duniawi. Segala usaha yang dilakukan di dunia untuk kehidupan di akhirat tentu akan mendapat balasan di akhirat kelak selama usaha yang dilakukan di dunia itu sesuai dengan ajaran agama yang diridhoi Allah.
Dari sudut pandang teori fungsional, agama menjadi atau penting sehubungan dengan unsur-unsur pengalaman manusia yang diperoleh dari ketidakpastian, ketidakberdayaan, dan kelangkaan yang memang merupakan karakteristik fundamental manusia. Dalam hal ini fungsi agama ialah menyediakan dua hal. Yang pertama, suatu cakrawala pandang tentang dunia luar yang tidak terjangkau oleh manusia (beyond) dalam arti di mana deprivasi dan frustasi dapat dialami sebagai sesuatu yang mempunyai makna. Yang kedua adalah sarana ritual yang memungkinkan hubungan manusia dengan hal di luar jangkauannya, yang memberikan jaminan dan keselamatan bagi manusia mempertahankan moralnya.

3. Agama jika Dihadapkan dengan Masalah Kekuasaan dan Kepemimpinan
Dalam kepercayaan dan praktik religius, etos suatu kelompok secara intelektual dan masuk akal dijelaskan dengan melukiskannya sebagai suatu cara hidup yang secara ideal disesuaikan dengan permasalahan aktual yang dipaparkan pandangan dunia itu. Sementara itu, pandangan dunia dijelaskan secara emosional dan meyakinkan dengan menjelaskannya sebagai sebuah gambaran tentang permasalahan aktual yang khususnya ditata baik untuk menyesuaikan cara hidup seperti itu.
Memilih pimpinan karismatis ataukah kepemimpinan rasional ?. Di dalam agama terdapat dua unsur kekuasaan dan kepemimpinan dalam tingkat universal dan tingkat sektoral kerohanian. Secara umum telah diketahui bahwa kehidupan bersama keagamaan akan mengalami kekacauan (anarki, anatomi, “chaos”) jika tidak diatur dikemudikan oleh unsur pimpinan yang berwenang. Namun, jika agama memandang pimpinan sebagai unsur yang perlu mutlak dan harus diwujudkan dalam kenyataan hidup sehari-hari, ia (agama) terbentur pada kesulitan tersebut di atas. Bila agama memilih untuk kepemimpinan karismatis, pilihan itu akan mendatangkan kesulitan yang tidak kecil. Jika agama memilih bentuk pimpinan yang rasional, ia tidak bebas pula dari kesulitan yang tidak kalah beratnya.
Memilih bentuk kepemimpinan karismatis memang dapat mendatangkan keuntungan tetapi juga kerugian. Keuntungannya antara lain : agama dapat dikembangkan dengan kepesatan yang luar biasa berkat karisma yang dimiliki seseorang pemimpin karismatis. Sebab seorang pemimpin karismatis mempunyai bakat-bakat luar biasa yang berasal langsung dari Tuhan, dan tidak dimiliki seorang pemimpin biasa. Para bawahannya secara emosional tertarik dan tunduk kepada pribadi pemimpin itu. Tetapi di balik sisi putih itu terdapat sisi lain yang hitam. Kekuasaan seorang pemimpin karismatis dapat berubah menjadi kekuasaan yang sewenang-wenang, diktatorial dan mutlak. Ini berarti bahwa para penganut agama baik pada tingkat individual maupun kategorial tidak diberi hak untuk bersuara, ikut ambil bagian dalam membentuk garis-garis perencanaan, pengembangan dan penghayatan agama.
Kalau agama memilih alternatif yang kedua, yaitu bentuk kepemimpinan rasional, pilihan ini juga membawa keuntungan dan kerugian. Keuntungannya antara lain kemungkinan tidak sewenang-wenang dari pemimpin agama sudah ditutup dengan peraturan rasional yang dibuat oleh wakil-wakil golongan yang ada dalam agama itu. Sekurang-kurangnya kemungkinan untuk bertindak secara diktatorial sudah diperkecil. Namun kerugiannya adalah bahwa agama yang berbentuk yuridis formal akan menjurus (dan kenyataannya memang) kerutinisasi, birokrasi dan stagnasi.
Namun sulit dibayangkan bila penguasa larut dalam kegelisahan dan keresahan duniawi, penguasa politik tidak akan segan-segan melakukan intimidasi terhadap umat masyarakat demi mendapatkan sebuah pembenaran terhadap kebijakan kekuasannya itu. Agamapun akhirnya dipolitisir demi kepentingan sesaat atas nama kepentingan bersama dan stabilitas.
Pertautan antara agama dengan negara atau kekuasaan menjadi penting, masalah ini biasanya terkait erat dengan Enclave yang sebenarnya berbeda tapi disatukan, diakomodasikan secara simultan. Agama yang secara doktrinal-dogmatis memiliki otoritas pembenar akan ajaran agamanya karena bersumber dari otoritas wahyu sering kali terseret pada persoalan kekuasaan politik, ekonomi, dan budaya.
Sementara negara yang secara doktrinal (dogmatis-politis) memiliki otoritas untuk melakukan pembenaran terhadap kebijakan yang diambilnya, berlaku tidak adil pada masyarakat. Hal tersebut terjadi karena negara menganggap bahwa kekuasaan atas kebijakan atau keputusannya perlu diakui dan dijalankan oleh rakyat. Secara politis atau kekuasaan, penguasa negara akan mendapat pengakuan secara wajar apabila penguasa memang memiliki moral yang dapat dipertanggungjawabkan, pantas dihormati dan ditaati.
Dalam sejarah Indonesia tercatat bahwa relasi kuasa antara negara dan agama memperlihatkan hubungan yang simbiotik dalam pemberian legitimasi.
Fenomena yang menggambarkan kecenderungan elit politik negeri ini dalam mengambil agama sebagai simbol-simbol kekuasaannya cukup banyak dijumpai. Peenguasa orde baru misalnya pada awalnya sangat represif terhadap islam politik, sehingga banyak pejabat pemerintah dan bahkan juga masyarakat yang menjauh dari kode ritual dan bahkan juga nilai tertentu yang bersumber dari agama terutama Islam.
Fenomena elit yang lebih adaptif terhadap Islam tersebut ditandai dengan banyaknya pejabat pemerintah yang dengan pasif mengenalkan “Assalamualaikum”, menghidupkan pengajian di instansi-instansi pemerintah, membuka mimbar Islam dan bahkan pelajaran Bahasa Arab di televisi, tidak mau ketinggalan menunaikan ibadah haji dan banyak lagi.
Berdirinya Negara Bangsa (Nation State) Indonesia, di mana konstitusi negara secara resmi tidak didasarkan pada agama, namun demikian negara tetap memberikan perhatian atau mengurusi persoalan agama. Negara membentuk departemen agama untuk mengelola bentuk relasi kuasa ini. Berbeda dengan Pakistan dan Iran di mana antara agama dan negara tidak harus dipisahkan karena konstitusi negara secara resmi didasarkan pada agama, ataupun di Turki di mana agama dan negara dipisahkan dan agama terbatas pada urusan-urusan pribadi, tidak ada campur tangan agama pada persoalan politik (negara).
Sejarah perkembangan agama, membuktikan bahwa agama-agama untuk menghindari dua ujung yang ekstrim itu harus mengambil jalan tengah. Itu berarti, agama mengadakan kompromi dalam memilih dan menentukan bentuk kepemimpinan dan kekuasaan, bentuk kepemimpinan itu berupa suatu gabungan dari kepemimpinan karismatis dan kepemimpinan rasional. Dalam perwujudan konkritnya (yang terjadi dari sejarah) pemimpin agama lantas merupakan kombinasi dari kekuasaan agama dan kekuasaan masyarakat. Dan bentuk kepemimpinan lebih jauh yang terjadi ialah bahwa kekuasaan agama jatuh sama dengan kekuasaan negara. Hidup keagamaan sama dengan hidup kenegaraan. Agama lalu menjadi tempat penyimpanan nilai-nilai sosial-budaya dari masyarakat. Akibatnya ialah bahwa nilai religius yang khas milik agama tertentu menjadi tercampur-baur dengan nilai kultural masyarakat setempat. Sehingga sukar dibedakan lagi dengan jelas kekhususan ajaran agama dari unsur-unsur budaya bagian setempat.



IV. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan makalah ini adalah :
1. Agama adalah kepercayaan kepada Tuhan yang selalu hidup yakni kepada jiwa dan kehendak Ilahi yang mengatur alam semesta yang berkaitan dengan usaha-usaha manusia untuk mengukur dalamnya makna dari keberadaan diri sendiri dan keberadaan alam semesta untuk kebahagiaan hidup di dunia dan di ahirat.
2. Fungsi agama adalah menyediakan dua hal. Yang pertama, suatu cakrawala pandang tentang dunia luar yang tidak terjangkau oleh manusia (beyond) dalam arti di mana deprivasi dan frustasi dapat dialami sebagai sesuatu yang mempunyai makna. Yang kedua adalah sarana ritual yang memungkinkan hubungan manusia dengan hal di luar jangkauannya, yang memberikan jaminan dan keselamatan bagi manusia mempertahankan moralnya.
3. Agama jika dihadapkan dengan masalah kekuasaan dan kepemimpinan yaitu dengan mengambil jalan tengah. Itu berarti, agama mengadakan kompromi dalam memilih dan menentukan bentuk kepemimpinan dan kekuasaan. Bentuk kepemimpinan itu berupa suatu gabungan dari kepemimpinan karismatis dan kepemimpinan rasionalis.

AGAMA SEBAGAI SARANA UNTUK MENGATASI GEJALA ALAM, SOSIAL, DAN BUDAYA

A. PENDAHULUAN
Dalam kehidupan bermasyarakat, agama memegang peranan yang besar dan sangat penting. Keberadaan agama di tengah-tengah masyarakat tidak dapat diabaikan. Agama mengatur tentang bagaimana membentuk masyarakat yang madani. Agama juga yang mampu menciptakan kerukunan dalam kultur masyarakat yang majemuk. Seperti yang kita semua ketahui bahwa tidaklah mudah untuk hidup dalam perbedaan. Setiap perbedaan, utamanya perbedaan pendapat yang ada di masyarakat dapat memicu timbulnya perselisihan. Di sinilah posisi agama memainkan perannya yang penting sebagai penegak hukum dan menjaga agar masyarakat saling menghormati dan tunduk pada hukum yang berlaku.
Di dalam Al-Qur’an surat Yusuf ayat 5 dijelaskan bahwa di dalam diri manusia terdapat kekuatan-kekuatan yang selalu berusaha menarik dirinya untuk menyimpang dari nilai-nilai dan norma Ilahi. Dengan kata lain, sebagai perusak, hal ini bisa berbentuk kerusuhan, demonstrasi dan sebagainya yang semuanya diakibatkan oleh tangan manusia. Jadi, yang menjadi sumber utama terjadi konflik adalah masyarakat atau pemeluk agama, bukan pada agama atau ajarannya.

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Apa pengertian agama, alam, sosial, dan budaya itu ?
2. Bagaimana cara agama mengatasi gejala alam ?
3. Bagaimana cara agama mengatasi gejala sosial ?
4. Bagaimana cara agama mengatasi gejala budaya ?

C. PEMBAHASAN
1. Pengertian agama, alam, sosial dan budaya
a. Pengertian agama
Kata agama berasal dari bahasa sansekerta dari kata a berarti tidak dan gama berarti kacau. Kedua kata itu jika dihubungkan berarti sesuatu yang tidak kacau. Sedangkan kata lain untuk agama adalah Religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti “mengikat kembali”, maksudnya bereligi seseorang mengikat dirinya kepada tuhan.
Agama selalu diterima dan dialami secara subjektif. Oleh karena itu, orang sering mendefinisikan agama sesuai dengan pengalamannya dan penghayatannya pada agama yang dianutnya. Mukti Ali, mantan Menteri Agama Indonesia, menulis “agama adalah percaya akan akan adanya Tuhan Yang Maha Esa dan hukum-hukum yang diwahyukan kepada kepercayaan utusan-utusanNya untuk kebahagiaan hidup di dunia dan di ahirat”. Jelas sekali, Ali tidak sedang berbicara masalah agama dalam arti umum. Dia sedang mendefinisikan agama seperti yang dilihatnya dalam agama islam.
Menurut Hendropuspito, agama adalah suatu jenis system sosial yang dibuat oleh penganut- penganutnya yang berproses pada kekuatan- kekuatan non empiris yang dipercayainya dan didayagunakannya untuk mencapai keselamatan bagi mereka. Dalam kamus sosiologi pengertian agama ada 3 macam, yaitu (1) kepercayaan pada hal- hal yang spiritual; (2) Perangkat kepercayaan dan praktik – praktik spiritual yang dianggap sebagai tujuan tersendiri; dan (3) Ideologi mengenai hal- hal yang bersifat supranatural.
Dari beberapa definisi diatas, jelas tergambar bahwa agama merupakan suatu hal yang dijadikan sandaran penganutnya. Karena sifatnya yang supranatural sehingga diharapkan dapat mengatasi masalah- masalah yang non empiris.
b. Pengertian alam
Alam adalah :
• dunia, bumi
• segala yang ada di langit dan di bumi (bumi, bintang-bintang, tenaga-tenaga yang ada, dan lain-lain)
• lingkungan yang meliputi golongan atau kumpulan orang atau hidupan lain yang tertentu atau sejenis
• bidang atau lingkungan kegiatan (minat dan lain-lain)
Islam tidak dapat dikaji dari segi ke alaman. Karena alam bukanlah gejala agama, dan alam juga bersifat baku dan tidak dapat berubah. Jadi alam adalah sesuatu yang mutlak dan tidak dapat digunakan sebagai alat penelitian agama.
c. Pengertian sosial
Definisi Sosial dapat berarti kemasyarakatan. Sosial adalah keadaan dimana terdapat kehadiran orang lain. Kehadiran itu bisa nyata anda lihat dan anda rasakan, namun juga bisa hanya dalam bentuk imajinasi. Setiap anda bertemu orang meskipun hanya melihat atau mendengarnya saja, itu termasuk situasi sosial.
Menurut Pitirin Sorogin, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan timbal balik aneka macam gejala sosial, misalnya gejala ekonomi dan moral. Jika budaya adalah bentuk atau cipta karya yang sudah jadi, maka, sosial adalah suatu proses yang sedang berlangsung sebelum proses itu selesai dilakukan.


d. Pengertian budaya
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
Jadi, dapat disimpulkan pengertian budaya adalah suatu perbuatan yang sudah baku dan sudah menjadi rutinitas secara terus menerus.

2. Cara agama mengatasi gejala alam
Para ilmuwan telah menunjukkan dengan penelitian intensif bahwa planet bumi telah terancam. Selain itu akibat perubahan iklim dan kehilangan habitat dan ekspansi yang dilakukan oleh manusia, kepunahan spesies semaking bertambah tinggi. Terbukti nyatanya segala konvensi dan peraturan saja tidaklah mengikat dan dapat mengambil langkah untuk menurunkan tingkat kerusakan dan kepunahan spesies di muka bumi. Setelah dirasakan tidak ada perubahan. Barulah timbul kesadaran baru yang mengkaitkan prinsip agama yang diharapkan berperan dalam menanggulangi krisis ekologi.
Prof. Mary Evlyn Tucker besama John Grim, menjadi pelopor untuk forum agama dan lingkungan dan membawa diskursus ini dalam berbagai kegiatan dari tingkat internasional hingga lokal untuk menghimbau supaya agama-agama terlibat dalam menyelamatkan bumi. Evlyn diundang bersama dengan Dr. Ibrahim Ozdemir, dari University of Ankara, Turki untuk memberikan diskusi dengan tema: Religion and Ecology, yang diselenggarakan oleh Center for Religious & Cross - cultural Studies (CRCS) Program Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Agama menurut Evlyn, mempunyai lima resep dasar untuk menyelamatkan lingkungan dengan lima R :
1. Reference atau keyakinan yang dapat diperoleh dari teks (kitab-kitab suci) dan kepercayaan yang mereka miliki masing-masing.
2. Respect, penghargaan kepada semua makhluk hidup yang diajarkan oleh agama sebagai makhluk Tuhan.
3. Restrain, kemampuan untuk mengelola dan mengontrol sesuatu supaya penggunaanya tidak mubazir.
4. Redistribution, kemampuan untuk menyebarkan kekayaan; kegembiraan dan kebersamaan melalui langkah dermawan; misalnya zakat, infaq dalam Islam.
5. Responsibility, sikap bertanggunjawab dalam merawat kondisi lingkungan dan alam.

3. Cara agama mengatasi gejala sosial
Dalam perspektif masyarakat sekarang, pada masa-masa ini agama dinilai tidak mampu memberikan perannya secara maksimal dalam mengatasi masalah-masalah kenegaraan yang ada dalam kehidupan masyarakat Indonesia, utamanya masalah sosial dan ekonomi. Bahkan dalam beberapa aspek, agama dinilai sebagai pemicu munculnya konflik sosial dalam kehidupan masyarakat. Hal itu bisa menjadi masalah yang serius. Peran agama dalam mengukir masa depan bangsa Indonesia sangat diharapkan kembali oleh rakyat Indonesia, mengingat "gagalnya" pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut. Dalam momentum inilah agama menjadi harapan akhir rakyat dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang kini semakin kompleks.
Langkah awal yang paling tepat untuk menggugah kembali potensi agama dalam mengatasi masalah-masalah kenegaraan (sosial-ekonomi) adalah dengan mengubah paradigma para agamawan dari orientasi yang selalu bertumpu pada dasar ritual menuju peran sosial-ekonomi yang potensial untuk dicampuri oleh agamawan. Langkah selanjutnya yaitu mengubah pola pikir para agamawan tersebut.
Mereka (para agamawan) dituntut untuk dapat merealisasikan konsep keagamaannya, kemudian memberikan solusi praktis penyelesaiannya. Hal ini penting bagi masa depan bangsa ini untuk mencapai cita-cita, dan penting pula bagi para agamawan itu sendiri untuk memaksimalkan potensi yang sebenarnya ada pada diri mereka.
agama melalui peran para agamawan hendaknya tidak hanya memberikan peran sebatas pada pemberian hukum atas persoalan-persoalan dan sisi-sisi kehidupan mereka. Peran agamawan tidak hanya sebatas pembimbing mental-spiritual mereka. Lebih dari itu, para agamawan dituntut untuk bisa memberikan solusi riil penyelesaian persoalan, misalnya dengan membentuk lembaga-lembaga yang menampung mereka dan mengembangkan potensi-potensi yang mereka miliki sehingga mereka dapat menyalurkan dan memanfaatkan potensinya dan menunjang perekonomiannya sendiri tanpa harus melakukan tindakan kriminal.
Setidaknya, peranserta seperti itulah yang selama ini seharusnya dilakukan oleh agamawan. Karena pada realita menunjukkan bahwa itulah potensi yang dimiliki agama dalam menata kehidupan ini, seperti dahulu ketika agama berpartisipasi dalam membebaskan kita dari tirani penjajahan.
Dengan kontribusi signifikan dari agama dalam menyelesaikan permasalahan yang berkembang di negara ini, berarti agama telah menampakkan wujud aslinya dan telah memaksimalkan potensinya dalam menata kehidupan sosial masyarakat. Sehingga peran agama pun tidak hanya terlihat dalam sisi ritual-spiritual masyarakat saja, namun agama juga mewarnai kehidupan sosial-ekonomi masyarakat ini. Maka di sinilah kita menemukan peran universal agama dalam kehidupan masyarakat, Indonesia khususnya.

4. Cara agama mengatasi gejala budaya
Menyikapi adanya “budaya beragama” pada umumnya, saran yang terbaik adalah memiliki ilmu yang lebih kaya dan lebih mendalam tentang ajaran standar agama. Dengan memahami ajaran agama yang baku, kita akan tahu mana yang memang berasal dari Tuhan dan utusannya (para nabi) dan mana yang merupakan budaya beragama. Setiap agama menganjurkan pengikutnya untuk memiliki ilmu agama dalam tingkat yang advanced.
Saya percaya dengan memiliki ilmu agama yang memadai, kita akan kaya informasi dan karenanya dapat memahami dan memaklumi bila ada kelompok lain yang mengembangkan budaya tertentu. Dengan memiliki pengetahuan standar dalam agama, kita tidak mudah tergiur saat digoda untuk bergabung dengan kelompok-kelompok agama yang boleh jadi merugikan kita.
Sementara itu, berkaitan dengan sikap terhadap budaya beragama “yang menyimpang”. Sebagian besar ulama dan umat hawatir tentang ajaran-ajaran yang nyleneh tersebut. Mereka khawatir keyakinan dan praktik kontroversial tersebut menyebabkan umat mereka menjadi kelompok yang sesat. Dengan kesesatan itu, mereka bukannya masuk surga, tapi justru sebaliknya: menjadi penghuni neraka.
Kalau seseorang mengkhawatirkan keselamatan orang-orang yang disayangi, itu adalah sesuatu yang wajar. Dengan kekhawatiran itu kita berharap para umat lebih banyak belajar tentang isi ajaran agamanya dan ulama memperbesar usaha untuk meningkatkan pemahaman umat terhadap agama. Usaha semacam ini pasti positif karena dapat menjadikan seseorang lebih mengenal ajaran agamanya.
Kalau ada “budaya beragama” yang menyimpang dari agama, sikap yang terbaik adalah bersikap kritis. Dalam hal ini adalah membandingkan budaya beragama tersebut dengan ajaran agama yang standar. Bila menyimpang jauh, maka itu berarti budaya beragama yang sesat. Kepada umat pada umumnya, kita perlu memberitahukan bagian-bagian mana yang menyesatkan dan perlunya kehati-hatian diri setiap umat atas kelompok tertentu.

D. KESIMPULAN
1. agama merupakan suatu hal yang dijadikan sandaran penganutnya. Karena sifatnya yang supranatural sehingga diharapkan dapat mengatasi masalah- masalah yang non empiris.
Sosial adalah keadaan dimana terdapat kehadiran orang lain.
budaya adalah suatu perbuatan yang sudah baku dan sudah menjadi rutinitas secara terus menerus
2. Agama mempunyai lima resep dasar untuk menyelamatkan dengan lima R yaitu Reference, Respect, Restrain, Redistribution, Responsibility,
3. Langkah yang paling tepat untuk menggugah kembali potensi agama dalam mengatasi masalah-masalah sosial adalah dengan mengubah paradigma para agamawan, mengubah pola pikir para agamawan tersebut dan agamawan dituntut untuk bisa memberikan solusi riil penyelesaian persoalan.
4. Cara agama menyikapi masalah budaya yaitu agamawan harus memiliki ilmu yang lebih kaya dan lebih mendalam tentang ajaran standar agama, agamawan banyak belajar tentang isi ajaran agamanya dan ulama memperbesar usaha untuk meningkatkan pemahaman umat terhadap agama.

Konfigurasi Iman Massa Sahabat Nabi

I. PENDAHULUAN
Salah satu kenyataan yang terjadi dalam sepanjang umat manusia adalah fenomena keberagamaan religius. Keberagamaan merupakan respon manusia terhadap wahyu Allah SWT dalam bentuk penghayatan, pemikiran maupun perbuatan keberagamaan yang diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia. Aktifitas beragama bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual, tetapi juga ketika melakukan aktifitas lain yang didorong oleh kekuatan lahir dan bukan hanya berkaitan dengan aktifitas tampak, tetapi juga batin seseorang.
Generasi sahabat merupakan masyarakat muslim yang hidup semasa Nabi Muhammad SAW. Jika dilihat dari masanya, maka sahabat Nabi merupakan orang pertama yang mengalami hidup bersama Nabi dan mendengar serta menyaksikan turunnya wahyu. Segala persoalan terkait dengan kehidupan mereka baik urusan dunia maupun agama selalu terselesaikan dengan meminta fatwa langsung dari Nabi. Keberagamaan mereka dapat dipandang sebagai keberagamaan yang dekat dengan sumber wahyu, sehingga merepresentasikan kehidupan Islami pertama yang menjadi sumber rujukan pola keberagamaan pada masa-masa sesudahnya.

II. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Apa pengertian konfigurasi iman itu ?
2. Bagaimana konsep dasar dalam konfigurasi iman ?
3. Bagaimana konfigurasi iman pada masa generasi sahabat rasulullah ?

III. Pembahasan
1. Definisi Konfigurasi Iman
Salah satu unsur dasar dalam Islam adalah adanya kesatuan antara dunia akhirat. Prinsip dasar ini kemudian dipertegas dengan rumusan Islam kaffah yang mengandung arti bahwa ajaran Islam di dalamnya meliputi seluruh kehidupan umat manusia. Ini berarti, seluruh aspek kehidupan, apakah dunia atau ukhrowi adalah medan keberagamaan dalam wujud memberi respon kepada wahyu Allah SWT. Bobot tampilan keberagamaan ini kemudian dipertajam dengan tampilan empiris pelaksanaannya oleh Rasulullah dalam kehidupan manusia, melalui suatu proses pendidikan (tarbiyah) secara empirik (bil al-hal).
Konfigurasi adalah bentuk, susunan, setting, informasi keadaan dari suatu system terutama untuk menjalankan suatu proses.
Konfigurasi iman adalah juga suatu model susunan dari arti, nilai, dan simbol yang dirumuskan dari ajaran aqidah islam. Menurut S. Takdir Alisyahbana, nilai memiliki kekuatan untuk membentuk perilaku di dalam diri, masyarakat, dan budayanya.
Konfigurasi iman dapat diartikan sebagai penataan kembali unsur-unsur perilaku keberagamaan agar menjadi perilaku yang sesuai dengan misi rasul yakni mengesakan Allah. Bedasarkan penjabaran tersebut, konfigurasi iman sebagai wujud perbuatan umat atau masyarakat dalam membentuk dan menata kembali iman tersebut menjadi sebuah keniscayaan.
Seiring dengan perkembangan zaman, keberagamaan manusia juga mengalami perubahan. Apalagi di era modernisasi ini dimana pengaruh budaya barat sangat mendominasi disetiap segi kehidupan manusia termasuk didalamnya perilaku umat. Untuk iman ini sudah cendrung megikuti bentuk perilaku barat dan mulai meninggalkan nilai-nilai islam. Hal ini menimbulkan munculnya disentegrasi sosial, merosotnya nilai solidaritas, dan cenderung materialisme. Dalam hal ini manusia sudah mulai mengukur sesuatu dengan kaca mata ekonomi, sehingga makin menyempitnya waktu sosial.

2. Konsep Dasar Konfigurasi Iman
Konsep dasar di dalam teologi islam terapan dirumuskan berdasarkan kajian historis dengan wawasan konteks modern. Penysunan konfigurasi modern ini perlu memanfaatkan warisan pemikiran filsafat dan tasawuf yang telah dimiliki umat islam sepanjang sejarah pemikirannya.wawsan filosofis ini diperlukan untuk dapat dengan tetap meraba watak konteks kehidupan modern. Ajaran islam memang tidak terbatas ruang dan waktu, tetapi ia mengenal perubahan sosial sehingga corak kehidupan perlu diperhatikan dalam mengamalkannya.
Adapun konsep dasar konfigurasi iman dalam teologi islam terapan adalah sebagai berikut :
1. Uraian Al-quran dan Sunnah tentang Tuhan, sifat-sifatnya atau masalah lain yang terkait lebih merupakan ungkapan fungsional daripada eksistensial
2. Manusia adalah hamba Allah yang berperan melaksanakan amanat karena mahluk lain tidak mampu melaksanakannya.
3. Alam semesta disediakan bagi manusia sebagai lahan pengabdian.
4. Manusia adalah tetap sebagai hamba Allah SWT.
Dalam konfigurasi iman teologi islam terapan, konsep-konsep dasar tersebut menjadi nilai utama atau etos sikap teologis umat islam

3. Konfigurasi iman Generasi sahabat
Generasi sahabat merupakan masyarakat muslim yang hidup semasa Nabi Muhammad SAW. Mereka terbagi ke dalam dua kelompok kategori, yakni sahabat Anshar yang merupakan sahabat dari kalangan orang asli/ penduduk Madinah dan Muhajirin yang merupakan pendatang muslim dari kota Makkah.
Jika dilihat dari masanya, maka sahabat Nabi merupakan orang pertama yang mengalami hidup bersama Nabi dan mendengar serta menyaksikan turunnya wahyu. Segala persoalan terkait dengan kehidupan mereka baik urusan dunia maupun agama selalu terselesaikan dengan meminta fatwa langsung dari Nabi. Keberagamaan mereka dapat dipandang sebagai keberagamaan yang dekat dengan sumber wahyu, sehingga merepresentasikan kehidupan Islami pertama yang menjadi sumber rujukan pola keberagamaan pada masa-masa sesudahnya.
Al-Qur’an pada mulanya di wahyukan sebagai respon terhadap situasi masyarakat tertentu, yang pada akhirnya secara alamiah tumbuh dan berkembang secara luas, dengan tersebarnya Islam ke berbagai penjuru. Kebanyakan persoalan yang di hadapi umat Islam di masa Nabi Muhammad sudah barang tentu berbeda dengan yang di hadapi oleh generasi-generasi yang akan datang. Hal ini terjadi dikarenakan proses kemasyarakatan yang berjalan terus-menerus, juga disebabkan kontak dan saling mempengaruhi antar umat Islam dan budaya lain yang saling bersentuhan. Oleh karena al-Qur’an hanya memuat sebagaian kecil hukum-hukum yang terperinci, dan sunnah yang terbatas pada kasus-kasus yang terjadi di masa Nabi Muhammad, maka untuk memecahkan persoalan-persoalan baru, terutama yang berhubungan dengan persoalan kemasyarakatan di perlukan adanya ijtihad. Ijtihad yang merupakan upaya pemikiran maksimal manusia yang dapat dikerjakan secara sungguh-sungguh dalam menentukan dan menerapkan pesan-pesan Tuhan yang termuat pada suatu teks (nash) agama, ternyata telah dapat mengaktualkan aturan-aturan Islam pada setiap waktu dan keadaan.
Salah satu penjelasan yang dapat menggambarkan bagaimana kehidupan keberagamaan dan konfigurasi iman generasi sahabat pada masa itu adalah dengan melihat upaya mereka dalam mengartikan dan menerjemahkan realitas kehidupan berdasarkan fatwa dan petunjuk Nabi Muhammad SAW. Banyak sahabat Nabi yang telah berijtihad mengenai berbagai persoalan, baik ketika mereka berada di samping Nabi Muhammad, atau ketika mereka berjauhan dengan beliau. Terhadap hasil ijtihad yang beliau ketahui secara langsung, ataupun melalui perantara sahabat-sahabat yang lain, beliau senantiasa menentukan sikap dan kalau perlu memberikan keputusan, ada yang beliau setujui dan ada pula yang beliau betulkan.
Semangat ijtihad tumbuh subur di kalangan para sahabat, karena Nabi Muhammad memberikan peluang yang besar kepada mereka untuk berijtihad. Oleh karena itu wajar jika diantara para sahabat banyak yang tercatat dalam sejarah sebagai orang-orang yang sering di ajak oleh Nabi Muhammad untuk berdiskusi dalam menentukan suatu masalah, salah satunya adalah Umar Ibn Khattab.
Setelah Nabi Muhammad wafat, keperluan Ijtihad semakin meningkat. Pada masa itu segala persoalan di konsultasikan kepada beliau, pasca Nabi keadaannya menjadi lain. Tanggung jawab untuk memecahkan segala persoalan menjadi garapan sepenuhnya ummat yang di tinggalkannya.
Kedudukan Nabi Muhammad sebagai Khatam al-anbiya wa al-mursalin, nampaknya dipahami para sahabat secara kreatif. Untuk itulah, mereka dengan segala upaya kesungguhan, berijtihad, mencari pemecahan masalah, dengan selalu mengambil inspirasi dan menangkap pesan-pesan universal dari al-Qur’an dan al-Sunnah
Di tengah “keterputusan teks” pasca kenabian itulah yang kemudian memunculkan beragam persoalan baru. Tumbuh dan melebarnya kekuasaan Islam menghadirkan munculnya pluralitas tradisi, budaya, dan bahkan agama. Sebagai konsekuensinya, adalah sampai sejauhmana kecerdasan hukum Islam “fiqh” menjawab perkembangan hukum yang muncul belakangan tersebut. Fenomena inilah yang mendesak para sahabat saat itu, untuk mengkonstruksi produk hukum baru, yaitu dengan cara berijtihad. Cara ini sebagai media solusi yang paling relevan untuk mengurai kebuntuhan hukum pada masa itu.
Ijtihad menjadi sebuah media yang sangat urgen dan sangat besar peranannya dalam konstruksi hukum Islam. Tanpa peran ijtihad, mungkin saja kontruksi hukum Islam tidak akan berdiri kokoh seperti sekarang ini, dan “mungkin” ajaran Islam tidak mampu menjawab tantangan zaman dengan beragam problematikanya.
Munculnya ijtihad ini bukan menjadi bahasa dan trend baru bagi para pembaharu hukum Islam, akan tetapi hal ini sudah di mulai semenjak Rasulullah masih hidup. Sebagai contoh, ijtihad Nabi Muhammad tentang tawanan perang Badar. Disaat landasan nash al-Qur’an (wahyu) yang menjelaskan soal tawanan perang belum turun, Nabi Muhammad kemudian meminta pendapat Abu Bakar dan Umar Ibn Khattab. Hal ini dilakukan oleh Nabi sebagai antisipasi atas kekosongan landasan hukum. Petunjuk ini memberikan isyarat pada kita bahwa Nabi telah memberikan jalan alternatif ketika umat tidak menemukan landasan hukum dalam nash al-Qur’an. Pesan yang disampaikan Nabi Muhammad tersebut memunculkan inspirasi bahwa proses ijtihad senantiasa terus dimunculkan sebagai penyelesaian persoalan umat Islam.
Contoh yang lain pula adalah, Umar Ibn Khattab memberikan satu masukan pendapat kepada Nabi, bahwa tawanan perang Badar tersebut harus dibunuh. Alasan mendasarnya adalah, mereka merupakan pemimpin-pemimpin yang kafir, yang jika mereka dilepaskan akan membuat keonaran di tengah masyarakat Muslim.
Sementara, Abu Bakar mengeluarkan statemen (tafsir hukum) yang berbeda. Ia menyarankan agar tawanan perang Badar tersebut dilepaskan dengan fidyah (tebusan). Hal ini dilakukan agar bisa memperkuat kaum muslim dan menambah pemasukan bagi kaum muslimin. Nabi Muhammad saat itu kemudian berijtihad dengan menerima pendapat Abu Bakar setelah mempertimbangkan kemaslahatan.
Akan tetapi terkait dengan aktifitas ijtihad tersebut diatas Allah menegur Nabi Muhammad dengan turunnya wahyu yang memperingatkan bahwa dalam kondisi seperti di atas pendapat Umar Ibn Khattab lebih tepat untuk diterapkan.
Kalau di perhatikan sepintas lalu, tampaknya kebijakan- kebijakan Umar Ibn Khattab bertentangan dan melenceng dari perintah al-Qur’an dan al-Sunnah yang berlaku sebelumnya. Akan tetapi, seperti yang dikemukakan oleh Ahmad Hasan dalam bukunya The early Development of Islamic Jurisprudence , bahwa tindakan Umar Ibn Khattab semacam itu justru bukanlah penyimpangan, tetapi berangkat dari ketaatan yang sejati kepada semangat al-Qur’an yang di lakukannya berdasarkan pertimbangan pribadi.
IV. Kesimpulan
1. Konfigurasi iman dapat diartikan sebagai penataan kembali unsur-unsur perilaku keberagamaan agar menjadi perilaku yang sesuai dengan misi rasul.
2. Gambaran konfigurasi iman generasi sahabat dapat dipandang sebagai keimanan/keberagamaan yang dekat dengan sumber wahyu, sehingga merepresentasikan kehidupan Islami pertama yang menjadi sumber rujukan pola keberagamaan pada masa-masa sesudahnya, sehingga dapat dikatakan bahwa konfigurasi iman masyarakat sahabat merupakan gambaran yang lengkap dan menyeluruh dan utuh yang merepresentasikan kondisi iman yang layak untuk dijadikan uswah karena masa-masa tersebut merupakan penataan dan pembangunan pondasi keimanan pertama ummat Islam.

Sebuah Pelajaran dari Sejarah TITANIC

Sejarah penuh dengan kisah orang-orang yang mengandalkan diri pada terobosan teknologi dan sepenuhnya mengabaikan kekuasaan Allah. Justru karena itulah banyak bencana telah terjadi sepanjang sejarah sebagai pelajaran yang pahit bagi siapa saja. Masing-masing dari peristiwa ini penting dalam artian mengingatkan manusia bahwa baik kekayaan ataupun kekuatan, sains maupun teknologi tidak memiliki daya untuk menolak kehendak Allah.
Banyak contoh dari peristiwa seperti ini dapat diberikan. Yang paling diketahui adalah Titanic yang terkenal, sebuah kapal samudra besar dengan tinggi 55 meter dan panjang 275 meter, yang karam hampir 90 tahun yang lalu. Titanic, yang dimaksudkan sebagai "hinaan terhadap alam", adalah proyek raksasa yang melibatkan sebuah tim insinyur dan lima ribu pekerja. Hampir semua orang benar-benar yakin bahwa kapal ini tidak akan pernah tenggelam. Kapal samudra merupakan karya besar teknologi dengan banyak kemajuan teknik yang meninggalkan batasan zamannya. Namun mereka yang mengandalkan prowess teknis kapal itu tidak mempertimbangkan satu fakta yang dinyatakan dalam ayat, "Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku," (QS. Al Ahzab, 33: 38) dan bahwa setiap orang cepat atau lambat akan menjumpai takdirnya. Akhirnya, sebuah kekeliruan kecil menyebabkan kapal itu tenggelam dan teknologi maju tidak dapat menyelamatkan Titanic dari akhirnya yang pahit.
Dari apa yang diceritakan mereka yang selamat, kebanyakan penumpangnya berkumpul di dek untuk berdoa ketika mereka menyadari kapal itu akan segera karam. Dalam banyak bagian Al Quran, kecenderungan perilaku manusia ini diulang-ulang. Pada saat-saat kesulitan besar dan bahaya, manusia dengan tulus berdoa dan meminta pertolongan dari Penciptanya. Namun, setelah diselamatkan dari bahaya, mereka segera berpaling tanpa rasa syukur:
Tuhanmu adalah yang melayarkan kapal-kapal di lautan untukmu, agar kamu mencari sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyayang terhadapmu. Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia. Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling. Dan manusia adalah selalu tidak berterima kasih. Maka apakah merasa aman (dari hukuman Tuhan) yang menjungkirba-likkan sebagian daratan bersama kamu atau Dia meniupkan (angin keras yang membawa) batu-batu kecil? Dan kamu tidak akan mendapatkan seorang penolong pun bagi kamu; atau apakah kamu merasa aman dari dikembalikan-Nya kamu ke laut sekali lagi, lalu Dia meniupkan atas kamu angin topan dan ditenggelamkan-Nya kamu disebabkan kekafiranmu. Dan kamu tidak akan mendapat seorang penolong pun dalam hal ini terhadap (siksaan) Kami. (QS. Al Isra', 17: 66-69)
Seseorang mungkin tidak pernah mengalami bencana seperti itu, namun dia seharusnya ingat bahwa pada suatu ketika seseorang mungkin mendapati hidup dilucuti hingga ke dasar-dasarnya. Karena itu, manusia seharusnya selalu menyibukkan diri dengan mengingat Allah karena "kekuatan seluruhnya adalah milik Allah." (QS. Al Baqarah, 2: 165) Di lain pihak, begitu malapetaka menyerang, seseorang mungkin tidak mempunyai kesempatan untuk mengubah kelakuannya yang tidak bersyukur kepada Allah dan bertobat kepada-Nya. Kematian dapat datang sangat seketika.
Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah, dan kemungkinan dekatnya kebiasaan mereka? Maka kepada berita manakah lagi mereka akan beriman selain kepada Al Quran itu? (QS. Al A'raaf, 7: 185)

implementasi kurikulum PAI

A. PENDAHULUAN

Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan, bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Dalam Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional, menyebutkan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dari generasi tua untuk mengembangkan potensi yang dimiliki generasi muda yang mencakup pengetahuan, pengalaman, kecakapan serta ketrampilan untuk mempersiapkan mereka agar dapat menjalani fungsi hidupnya serta mampu bertanggung jawab atas segala perbuatannya. Untuk mewujudkan hal tersebut dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas yang memiliki kemampuan intelektual tinggi serta mempunyai kepribadian yang baik.
Pendidikan Agama Islam merupakan mata pelajaran yang wajib diajarkan setiap jenjang pendidikan, yaitu mulai pendidikan dasar sampai keperguruan tinggi, hal ini sesuai dengan UU RI No. 2 Tahun 1989 pada bab IX pasal 39 ayat 2 yaitu isi kurikulum setiap jenis jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat :
1. Pendidikan Pancasila.
2. Pendidikan agama.
3. Pendidikan kewarganegaraan.
Pendidikan agama mengemban amanat sekaligus, yaitu bidang agama dan bidang pendidikan, di bidang pendidikan, pendidikan agama di sekolah merupakan bagian integral dari program pendidikan dan pengajaran pada setiap jenjang dan jenis pendidikan untuk mencapai tujuan nasional.
Hal ini sesuai dengan ungkapan M. Arifin yang menyatakan pendidikan adalah sebagai suatu bidang studi yang tidak dapat dipisahkan dari bidang studi lainnya, karena bidang studi tersebut secara keseluruhan berfungsi menyempurnakan atau menunjang tercapainya tujuan umum pendidikan nasional.
Pendidikan agama diharapkan menjadi dasar pendidikan umum, ternyata dikesampingkan dengan lebih mementingkan pendidikan umum. Tantangan inilah yang mendorong untuk diadakan pembenahan sistem pengajaran dan pembaharuan kurikulum pendidikan Islam pada pendidikan sekolah.
Tujuan ini berkaitan dengan komponen-komponen lainnya dalam kurikulum yaitu: materi, metode dan evaluasi. Namun demikian keberhasilan PAI di sekolah sangat tergantung pada para pelakunya, terutama guru dan siswanya. Proses Pendidikan Agama Islam jalur sekolah berkaitan erat dengan komponen-komponen di atas, secara formal, semua komponen itu telah dilaksanakan sesuai dengan tuntutan kurikulum dan telah banyak mendapat perhatian dari kalangan para pendidik dan para pakar pendidikan, misalnya dengan penataran metode mengajar, penggunaan media mengajar, lembar kerja siswa dan lainnya. Namun demikian faktor-faktor yang berkaitan dengan pelakunya (SDM), seperti faktor psikologis, sosiologis dan ekonomi siswa, khususnya kurang mendapat perhatian dalam meningkatkan kualitas Pendidikan Agama Islam.
Sementara itu bermunculan isu-isu tentang kegagalan implementasi kurikulum PAI secara umum, yang hanya didasarkan kepada kenyataan tentang perilaku siswa yang menyimpang tanpa diketahui faktor penyebab yang sebenarnya yang didasarkan pada hasil temuan ilmiah.
Isu lain menyatakan bahwa Pendidikan Agama Islam masih banyak yang belum terpecahkan, diantaranya Pendidikan Agama Islam di sekolah itu belum mencerminkan tingkat mendidik dan menghayati ajaran agama. Pada agama belum mampu mencetak manusia muslim yang terpantul pada cara berpikir, bersikap dan tingkah laku anak didik. Di samping itu Pendidikan Agama Islam masih lemah sistem dan metodenya, untuk itu perlu ditata terus-menerus agar pendidikan tersebut bisa mewujudkan anak didik yang agamis. Dalam prosesnya dimana guru dalam memberikan materi, anak didik banyak yang tidak memperhatikan bahkan bergurau sendiri, hal ini dimungkinkan karena metode yang digunakan guru kurang pas dengan kebutuhan dan minat anak didik.
B. ANALISIS

Implementasi program pembelajaran siswa dalam bentuk KBM di kelas dapat diklasifikasikan menjadi perencanaan pengajaran, pelaksanaan KBM dalam kelas (mulai awal, tahap kegiatan inti, dan tahap kegiatan akhir), baik berupa tindak lanjut, post test dan penutup) dan evaluasi hasil belajar siswa.
1. Perencanaan KBM
Persiapan pengajar yang dilakukan oleh guru PAI itu alangkah baiknya menggunakan RPP sebagai acuan perencanaan KBM dalam setiap pelaksanaan pembelajaran agar materi yang diajarkan sesuai dengan tujuan apa yang kita inginkan. RPP bukan hanya sebagai dokumen saja ataupun RPP hanya sebagai formalitas yang dapat digunakan guru sebagai pendekatan untuk melakukan pembelajaran di dalam kelas, mengingat kenyataan suasana pembelajaran seringkali bersifat situasional atau kondisional.
2. Pelaksanaan KBM
Pelaksanaan KBM dapat dibedakan menjadi kegiatan awal atau pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan akhir (tindak lanjut post test dan penutup). Dengan alokasi waktu yang digunakan untuk pelaksanaan KBM adalah 20%, 60%, 20% berturut-turut untuk kegiatan awal, inti dan akhir.
a. Kegiatan awal atau pendahuluan
Tidak semua guru melaksanakan kegiatan awal seperti yang direncanakan terutama yang menyangkut alokasi waktunya. Dalam kegiatan awal ini mempunyai bentuk yang berbeda-beda, ada yang sesuai dengan rencana alokasi waktu, dan ada yang melampaui batas waktu dan ada juga yang kurang dari alokasi waktu yang direncanakan.
Dalam kegiatan awal ini, selain mengucapkan salam dan mengabsen atau mengecek kehadiran siswa, juga sebagian guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang pelajaran sebelumnya atau kadang untuk menjajagi pelajaran yang akan disampaikan, namun ada sebagian guru yang setelah mengulang secara konseptual materi pelajaran sebelumnya dan langsung membuka pelajaran dengan menginformasikan poin-poin yang akan diajarkan agar siswa mampu menghidupkan respon dan gairah siswa dalam mengikuti pelajaran, baik yang bersifat teori dalam kelas maupun yang bersifat praktek.
b. Kegiatan inti
Aspek-aspek ini minimal meliputi strategi pembelajaran siswa, metode-metode pembelajaran, dan penggunaan alat, media dan sumber belajar serta penyesuaian rencana KBM dengan pelaksanaan di dalam kelas.
Penggunaan strategi atau pendekatan pembelajaran siswa pada umumnya diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran PAI, yakni membentuk manusia yang beriman dan bertaqwa. Strategi dan pendekatan pembelajaran siswa yang diterapkan guru khususnya dalam pelaksanaan KBM di dalam kelas, umumnya merupakan variasi dari beberapa pendekatan. Variasi strategi atau pendekatan dapat dilihat dari variasi metode-metode pembelajaran siswa.
c. Kegiatan akhir
Kegiatan akhir yang dilaksanakan guru dan siswa di dalam kelas, sebelum penutupan atau do’a bersama bila pada jam pelajaran terakhir, biasanya dimanfaatkan untuk melakukan post-post (biasanya berbentuk lesan dengan prosedur essay untuk mengetahui sejauhmana penguasaan siswa dalam materi tersebut.
Dalam hal ini guru kadang-kadang untuk mengisi tindak lanjut dengan memberi kesempatan pada siswa menanyakan hal-hal yang belum jelas dipahami. Selain itu, adakalanya guru menegaskan kembali materi pelajaran maupun kesimpulan dari pelajaran yang bersangkutan.
3. Penilaian sebagai hasil belajar siswa dalam implementasi kurikulum KBM di Kelas
Penilaian guru terhadap hasil belajar siswa sebagai dampak dari implementasi KBM di kelas tentang kurikulum PAI khsususnya dalam menilai peningkatan keimanan dan ketaqwaan pada siswa dapat dibedakan menjadi penilaian terhadap kegiatan keagamaan, aspek tingkah laku atau moral, dan kemajuan belajar serta penilaian terhadap hasil belajar siswa dalam KBM. Yaitu selain menyelenggarakan ulangan-ulangan formatif, guru juga mengadakan evaluasi sumatif, yaitu penilaian yang dilakukan pada tengah atau akhir tahun pelajaran.
4. Faktor guru dalam implementasi kurikulum PAI
Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa guru adalah salah satu komponen yang menentukan keberhasilan kurikulum. Keberhasilan suatu termasuk material fasilitas, dan sarana yang memadai serta dukungan suasana lingkungan yang kondusif, kurikulum yang tertulis dinyatakan dalam dokumen kurikulum kurang dipahami guru sehingga dalam implementasinya belum berhasil, menurut Nana Syaodih hal ini terjadi karen disebabkan oleh empat kemungkinan.
a. Karena guru-guru kurang senang atau kurang menguasai tersebut, mereka lebih senang menggunakan kurikulum lama atau kurikulum “sendiri” yang dipandang lebih baik.
b. Guru-guru tidak menggunakan kurikulum sebagai acuhan pengajaran
c. Karena beberapa keterbatasan baik kemampuan guru, buku sumber, atau alat bantu mengajar, fasilitas dan sarana pendidikan.
d. Memang ada beberapa kelemahan dalam dokumen kurikulum, mungkin dalam sebaran mata pelajaran, sistematika dan kelengkapan isi, konsep atau dalam proses pembelajaran sehingga mendorong guru-guru mengembangkan kurikulum sendiri.
Sebaliknya dijelaskan bahwa mutu pendidikan tidak seharusnya ditumpahkan pada kelemahan dokumen kurikulum, jika kelemahan kurikulum terletak pada aspek implementasinya, khususnya jika pelaksanaan pengajaran tidak sesuai dengan rancangan, maka Nana Syaodih memperkirakan bahwa “Kelemahan tersebut kemungkinan dilatar belakangi dan diperberat oleh persepsi, kemampuan, motivasi dan unjuk kerja guru yang kurang mendukung (dan ini mungkin ada kaitannya dengan kondisi sosial ekonomi guru), karena keterbatasan buku sumber, alat praktek, fasilitas, sarana dan prasarana dan biaya pendidikan, manajemen yang tiak efektif, iklim sekolah dan suasana yang tidak mendukung, disiplin yang kurang dan sebagainya”.
Akhirnya dapat dinyatakan bahwa meskipun guru memahami tuntutan implementasi kurikulum, tetap banyak faktor yang tidak kalah pentingnya. Salah satu yang sangat mempengaruhi keberhasilan inovasi kurikulum adalah implementasinya di lapangan khususnya implementasi kurikulum dalam bentuk KBM di kelas.